Selamat Datang Keluarga Besar Pemuda Gowak

Senin, 08 Juni 2009

SUMPAH PALAPA DAN SUMPAH PEMUDA





DEWASA ini, bangsa kita masih dihadapkan pada masalah yang sangat penting
demi kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni masalah
persatuan. Secara arif dan jujur, jawaban yang paling sederhana untuk
mengatasi masalah ini adalah “belajarlah dari sejarah”. Dan berangkat dari
sinilah tulisan kecil ini mencoba membuat beberapa catatan penting tentang
persatuan, yang tentunya dari peristiwa sejarah yang amat sangat penting bagi
bangsa Indonesia, yakni Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda, yang menurut
penulis dapat dianggap sebagai –“mewakili” suatu rangkaian kesinambungan
terhadap peristiwa sumpah-pada intinya adalah persatuan.
Sumpah Palapa diucapkan oleh Patih Gajah Mada di istana Majapahit pada
1331. Serat Pararaton memuat Sumpah Palapa sebagai berikut :
“Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring
gurun, ring seram, tanjungpura, ring haru, pahang, dompo, ring bali,
sunda, palembang, tumasik, samana isun amukti palapa”.
Terjemahannya lebih kurang sebagai berikut :
“Apabila sudah kalah Nusantara, saya akan beristirahat, apabila Gurun
telah dikalahkan, begitupula Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo,
Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, pada waktu itu saya akan menikmati
istirahat” (Munadar, 2004:24).

Sumpah Palapa secara esensial, isinya mengandung makna tentang upaya
untuk mempersatukan Nusantara. Sumpah Palapa Gajah Mada hingga kini tetap
menjadi acuan, sebab Sumpah Palapa itu bukan hanya berkenaan dengan diri
seseorang, namun berkenaan dengan kejayaan eksistensi suatu kerajaan
(Munandar, 2004:24). Kajian baru yang cemerlang dilakukan oleh Pradipta, yakni
kajian dari sisi nilai, ideologi dan energi yang terkandung dalam Sumpah Palapa
Gajah Mada. Dan salah satunya yang menurut hemat penulis harus dikutip di sini
adalah kajian dari sisi ideologi, yakni sebagai berikut :
Dari sisi ideologi, Sumpah Palapa yang juga dikenal sebagai Sumpah
Gajah Mada atau Sumpah Nusantara, Sumpah Palapa memiliki ideologi
kebhineka tunggal ikaan, artinya menuju pada ketunggalan keyakinan,
ketunggalan ide, ketunggalan senasib dan sepenanggungan, dan
ketunggalan ideologi akan tetapi tetap ruang gerak kemerdekaan budaya
bagi wilayah-wilayah negeri se-Nusantara dalam mengembangkan
kebahagiaan dan kesejahteraan masing-masing (Pradipta, 2004:6).
Keberhasilan Gajah Mada dalam mempersatukan wilayah Nusantara pada waktu
itu, melalui Sumpah Palapanya, membuktikan bahwa Gajah Mada dengan penuh
kesungguhan hati – dan yang pasti berkat tuntunan dan seizin Tuhan yang Maha
Kuasa dapat mewujudkan sumpahnya. Namun itu semua sebelumnya Gajah
Mada mendapat cemoohan dan ditertawakan oleh pejabat-pejabat kerajaan,
walaupun Sumpah Palapa itu diucapkan di hadapan Ratu
Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwardhani. Karena penghinaan kepada Gajah
Mada sudah keterlaluan, maka Gajah Mada tanpa keraguan membunuh pejabatpejabat
yang menghinanya (Munandar, 2004:32).
Hasil kerja, “maha karya” Gajah Mada itu, sayangnya kemudian mengalami
kemerosotan dan akhirnya runtuh pada awal abad ke-16, terbukti dengan yang
semula negara-negara daerah yang semula mengakui kebesaran Majapahit,
kemudian bebas berdaulat sendiri-sendiri. Hal ini disebabkan oleh adanya intrik
perebutan kekuasaan di kalangan para bangsawan di lingkungan kerajaan
Majapahit itu sendiri. Dan pada akhirnya perang saudara yang berkepanjangan
terjadi silih berganti.
Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara historis
merupakan rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu,
karena pada intinya berkenaan dengan persatuan, dan hal ini disadari oleh para
pemuda yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni terdapatnya kata sejarah dalam
isi putusan Kongres Pemuda Kedua itu.
Sumpah Pemuda merupakan peristiwa yang maha penting bagi bangsa
Indonesia, setelah Sumpah Palapa. Para pemuda pada waktu itu dengan tidak
memperhatikan latar kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan dan
berkesungguhan hati merasa memiliki bangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Patut kita syukuri, bahwa isi Sumpah Pemuda disamping bertumpah darah yang
satu, Tanah Indonesia, dan berbangsa yang satu bangsa Indonesia dalam
bahasa tertulis menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini
menandakan bukti tentang kearifan para pemuda pada waktu itu, yakni memilih
bahasa yang sebenarnya menjadi milik suku bangsa yang “minoritas” ditinjau
dari jumlah penduduk. Mereka tidak memilih bahasa Jawa yang dipergunakan
oleh mayoritas penduduk di Hindia-Belanda pada masa itu (Damono, 2004:2).
Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah tidak ada lagi ide
kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme.
Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh,
yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah
Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu (Sukarno,
2004:65-66).
Dalam konteks sejarah pergerakan nasional kita, Sumpah Pemuda merupakan
sumbangan pemuda yang sangat besar terhadap bangsanya, yang sekaligus
juga adalah hasil perjuangan nasional, karena sejarah pergerakan kita pada
hakekatnya adalah sejarah nasionalisme. Nasionalisme melahirkan Sumpah
Pemuda, dan Sumpah Pemuda memberi isi dan tujuan kepada nasionalisme
yang mendorong dan sekaligus mengarahkan perjalanan perjuangan bangsa
Indonesia dalam mencapai Indonesia merdeka. Dalam dimensi waktu, sejarah
pemuda merupakan mata rantai yang menghubungkan masa lampau dan
harapan-harapan masa depan (Suryomiharjo, 1974:300-301).
Sejak Indonesia merdeka dan sampai akhir kepemimpinan Presiden Sukarno,
beliau selalu pada kesempatan pidato kenegaraan, terus mengingatkan tentang
persatuan, yang dalam bahasanya adalah menggunakan istilah “semangat
Proklamasi”. Semangat Proklamasi itu adalah semangat persatuan Indonesia
yang tidak membeda-bedakan apapun.
Secara sederhana Sukarno adalah orang atau pemimpin yang gandrung
terhadap persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu. Dengan sadar dan belajar
betul dari sejarah, maka sesungguhnya persatuan Indonesia itu harus selalu
dijaga dan dilestarikan, karena persatuan akan membawa kekuatan dan
kekuatan akan membawa persatuan. Dan kenyataan otentik kegandrungan
Sukarno itu terhadap persatuan Indonesia, tersirat sudah pada sila ketiga dari
Pancasila, yakni Persatuan Indonesia. Namun demikian, kita harus membacanya
bahwa persatuan Indonesia itu juga berke-Tuhan-an Yang Maha Esa, ber-
Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi
selurih rakyat Indonesia. Hal membaca sila dari Pancasila itu juga berlaku bagi
sila yang lainnya.
Pada era reformasi ini, secara jujur bangsa ini, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, kita sedang mengalami kemerosotan terhadap persatuan Indonesia,
yang tercermin pada sikap elit-elit politik negeri ini. Sebagai contoh beberapa
tahun yang lalu muncul ide federalisme. “Perkelahian-perkelahian” politik yang
cenderung mengesampingkan kepentingan bangsa-yang pada akhirnya
bermuara terhadap terganggunya upaya untuk menjaga dan melestarikan
persatuan. Dan konflik-konflik di beberapa daerah terjadi silih berganti.
Masalah persatuan Indonesia tidak bisa hanya dibicarakan dan dibahas dalam
seminar-seminar ataupun apa bentuknya. Masalah persatuan Indonesia harus
kita sadari bersama dan kita ikhtiarkan bersama untuk menjaga dan melestarikan
persatuan Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan RI. Keteladananketeladanan
perlu dilakukan, terutama oleh pemimpin-pemimpin di negeri yang
kita cintai ini.
Sumpah Palapa Gajah Mada sudah memberi pelajaran kepada kita bangsa
Indonesia, karena dengan kemauan dan kesungguhan hatilah kesatuan wilayah
Nusantara dapat terwujud. Tetapi, karena intrik-intrik di kalangan para
bangsawan Kerajaan Majapahitlah dan tidak adanya kemauan dan kesungguhan
hati dari merekalah akhirnya Kerajaan Majapahit menjadi runtuh. Selanjutnya
Sumpah Pemuda telah mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada
intinya didorong oleh kekuatan persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu.
Sekarang marilah kita sama-sama belajar dari sejarah bangsa ini, sejarah negeri
ini jika kita tidak mau tergelincir pada masa depan. Pendidikan sejarah kita perlu
dievaluasi dan diperbaiki, karena betapa pentingnya anak negeri ini harus
memahami tentang sejarah bangsanya sendiri.
Melalui Komunitas Pemuda Gowak (KPG) kita belajar membangun kembali semangat persatuan dan mengembalikan kejayaan di era globalisasi, pembangunan saat ini. Selamat berjuang Pemuda-pemudi Dusun Gowak!!!

1 komentar:

 
Copyright © 2009 Ahsani Taqwim Magelang. All Rights Reserved. | pemudagowak.com